Inilah Bentuk Gugatan dalam Praperadilan di Indonesia
Persoalan tentang bentuk gugatan dalam praperadilan sepertinya telah menjadi bagian lika – liku hukum di Indonesia. Mungkin sering dijumpai kasus semacam ini, misalnya penangkapan tersangka yang tidak sah.
Praperadilan sendiri adalah wewenang pihak Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutuskan terkait sah tidaknya putusan menangkap, menahan, memberhentikan penyidikan, atau memberhentikan tuntutan.
Begitu juga terkait dengan mengganti rugi atau rehabilitasi kepada seseorang yang perkara pidananya diberhentikan. Pemberhentian perkara ini adalah di tingkat penyidikan atau penuntutan.
Mungkin Anda familiar dengan bentuk gugatan dalam praperadilan seperti penangkapan dan penahanan korban, tapi tidak disertai surat perintah penangkapan dan penahanan. Alhasil perbuatan ini tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Hal tersebut terjadi karena sikap aparat lebih mengutamakan kepentingan pemeriksaan. Sehingga tidak jarang akhirnya sembarangan dilakukan pada orang – orang tidak bersalah. Kondisi ini tentunya merugikan pihak korban.
Baca juga: Cara ajukan gugatan perkara predeo yang sesuai peraturan
Mengenal Wanprestasi Sebagai Bentuk Gugatan dalam Praperadilan
Melihat situasi seperti itu, tentu korban berhak mengajukan tuntutan atau bentuk gugatan di dalam praperadilan, yang disebut dengan wanprestasi. Istilah wanprestasi atau cidera janji mengartikan tuntutan atas perbuatan melawan hukum.
Karena bentuknya melawan hukum, korban berhak mengajukan gugatan perdata meminta ganti rugi ke Pengadilan Umum. Untuk memudahkannya, KUHP memisahkan mana tuntutan karena wanprestasi dengan yang dikarenakan perbuatan melawan hukum.
Bentuk gugatan dalam praperadilan wanprestasi sebagai ganti rugi dapat diminta dalam bentuk biaya untuk mengganti pengeluaran korban, ganti rugi barang – barang rusak akibat kelalaian debitur. Atau juga dengan bunga keuntungan yang harusnya diperoleh korban.
Bentuk gugatan dalam praperadilan yaitu wanprestasi dapat dikenali melalui 4 wujudnya. Pertama, debitur sama sekali tidak melakukan kewajiban prestasi sesuai kontrak. Kedua, debitur melakukan prestasi tapi tidak sesuai dengan kontrak.
Ketiga, debitur melakukan perjanjian prestasi tapi tidak sesuai jangka waktu. Keempat, debitur melakukan perbuatan yang dilarang dalam kontrak. Dari 4 hal tersebut, maka akan memudahkan masyarakat membedakan wanprestasi atau bukan.
Gugatan Wanprestasi Berbeda dengan Gugatan Melawan Hukum
Mungkin Anda sempat bingung membedakan tuntutan karena wanprestasi dengan tuntutan karena perbuatan melawan hukum (PMH). Keduanya sama – sama perbuatan bertentangan dengan hukum dan meminta ganti rugi.
Bedanya adalah Wanprestasi merupakan gugatan dalam praperadilan yang tergolong ke hukum pidana. Sementara gugatan melawan hukum tergolong ke hukum perdata, sehingga KUHP memberi batasan dalam pemahamannya.
Baca juga: Bagaimana jika bank lelang aset tidak bergerak milik debitur
Karena punya arti yang luas, KUHP memberi pemahaman bahwa apapun berkaitan dengan PMH adalah yang tertulis di KUHP. Di luar itu bukan termasuk perbuatan melawan hukum.
Tidak hanya itu, tuntutan PMH bukan hanya perbuatan melanggar hak orang lain yang diatur oleh Undang – Undang. Tetapi juga menyangkut terkait pelanggaran kesusilaan ataupun kepantasan.
Bentuk gugatan praperadilan didasari upaya hukum dalam melandasi putusannya. Yaitu berdasarkan KUHAP Pasal 83 (1) dan (2). Di dalamnya akan menjelaskan bisa tidaknya permintaan banding terhadap putusan praperadilan.
Jadi, praperadilan sebenarnya membutuhkan budaya saling mengontrol antara semua penegak hukum. Supaya tidak terjadi kasus wanprestasi sebagai bentuk gugatan dalam praperadilan dan merugikan pihak korban.
Terimakasih
Semoga bermanfaat
Author : A Iwan Dahlani